Tampilkan postingan dengan label Goresan dungue. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Goresan dungue. Tampilkan semua postingan

Butterfly Effect

 https://scontent-sin6-1.cdninstagram.com/t51.2885-15/e35/17076419_1438995279465953_4748229819110522880_n.jpg

Kamu pernah bilang tidak ada yang namanya kebetulan: bahwa apapun yang terjadi pada kita adalah konspirasi dari semesta seperti teori keos yang menjelaskan bahwa kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brazil dapat menghasilkan tornado di Texas.
.
I'd learnt about butterfly effect before, but i never bring myself to believe it fondly. Its the scientific Theory that a single occurrence, no matter how small, can change the course of universe forever.
.
Dan sekarang, bertahun-tahun setelah kamu mengungkapkan teori yang dulu hanya kutertawakan itu, aku sadar bahwa bagaimana keputusan kecil di masa lalu bisa membawaku ke titik ini. How a single "hi.." can changes - maybe not the whole universe but at least change my own universe.
.
And now, how i really want to let you know, that youre right -as always you are. And i can imagine your signature smirk of 'i told you so..'
But
Youre not here anymore.
And i do believe the blame is on butterfly effect.
.
-Azizah

Hal-hal kecil #2

In the end of the day all i want is you sitting on our little house's porch, sipping a cup of coffee or tea i made you that day, with me next to you reading anything without even trying to attempt any conversation. You know just comfortable silence, whether its sunny or rainy...
And knowing that we're contentedly happy.

.AA

That night under the rain

Dia berjalan menuju arah yang berlawanan denganku
beberapa meter di seberang jalan di antara lalu lalang jalanan kota Bandung yang padat lancar, untuk sepersekian detik mata kami bertemu dan untuk sepersekian detik itu pula aku terkesiap.

Berjaket kulit dengan tas selempang yang disampir sedikit terlalu atas, laki-laki itu berjalan di bawah hujan yang sudah akan berkemas. Dan beberapa meter di seberangnya, aku menenteng buku dan sekantong belanjaan sambil berjinjit menghindari genangan-genangan kecil. Ada banyak hal yang bisa membuat kami kehilangan sepersekian detik itu, sepersekian detik bertukar pandang, but we did.

Laki-laki itu ? Entah siapa; bukan kenalanku, bukan juga orang yang pernah aku kenal. But the gaze we shared that night, between the dim light of Bandungs street lamp, under the usual rain that i loved was like an exchange moment; aku seperti membaca cepat, dan dalam hitungan detik yang terasa seperti menit, laki-laki itu seolah sudah menumpahkan cerita ke dalam mataku. Dan mungkin, begitu juga sebaliknya.

Have you ?
Pernahkah kamu dengan tidak sengaja bertukar pandang dengan orang asing, entah di mana; seperti halnya aku ketika di angkot, di jalan, di antara keramaian. Singkat saja, hanya beberapa detik tanpa kata. Tapi kamu seolah tahu, hari seperti apa yang sudah dilalui si pemilik mata; sedih, frustasi, takut, khawatir, senang, bahagia dan terkadang kamu akan menemuka kehampaan, kedua mata itu seolah kosong, lalu kamu tanpa sadar mulai menerka-nerka apa yang sedang berjalan di pikirannya.

Lalu, seperti malam ini laki-laki itu tidak juga mau keluar dari pikiranku.
Pernahkah ?.

_03:22 a.m
  Azizah.

Hal-hal kecil #1

Tidak butuh hal-hal besar untuk menyenangkanku
Tidak perlu perlakuan super spesial untuk menyanjungku
Hal-hal kecil cukup mampu untuk menerbitkan senyumanku;

Kamu cukup menarik tanganku di hari dimana hujan turun dengan malu-malu. Bersisian denganku berjalan di bawahnya, bertelanjang kaki lalu menengadahkan kepala menghadap langit, membiarkan rintik hujan jatuh di wajah kita.  Jika kita mau sedikit gila tanpa memperdulikan tatapan orang, kita bisa menari di bawahnya sambil menyerukan lagu-lagu hujan. Aku tidak akan menertawakan suara sumbangmu, dan kamu hanya butuh memaklumi suara seadanya milikku.

Atau kamu hanya perlu mengirimiku suara hujan yang kamu temukan entah dimana. Aku selalu suka suara hujan; ketika ia bergesekan dengan tanah, bercumbu dengan atap rumah atau hanya sekedar merayu jendela kamarku.
Ah! Jika kamu sedikit beruntung, kamu bisa menambahkan bonus photo pelangi di dalamnya. Kamu tahu, sudah cukup lama aku tidak melihat mereka.

Kalau kamu ingin mengeluarkan sedikit modal, kamu bisa memberiku sebuah buku edisi lama yang mungkin tidak sengaja kamu temukan di toko lapak -tidak perlu pita, tidak usah pakai pembungkus. Ada hal-hal yang menyenangkan dari sebuah buku lama; mengusap serat kertasnya yang sudah mulai menguning atau menghirup aromanya yang khas adalah hal-hal kecil yang membahagiakan. Kadang kita akan menemukan catatan-catatan kecil dari si empunya buku sebelumnya, coretan remeh-temeh yang akan mampu membuatku membayangkan perjalanan apa yang dialami buku ini sebelum sampai di tanganku.

Ah...
Masih banyak hal-hal remeh yang bisa mencuri hatiku, yang tentunya bisa kuberitahukan kepadamu. Ini bukan kode, karena aku tahu Tuhan tidak memberi mahluk mars sepertimu rasa kepekaan yang tinggi. Aku akan memberitahumu dengan gamblang apa yang kusukai dan apa yang tidak, tapi sedikit-sedikit saja, masih banyak waktu tersisa sampai Tuhan mempertemukan kita.

-yours.

Time to say goodbye


Tik...tik...
Gerimis kecil yang sedari siang menggantung akhirnya berubah menjadi hujan deras; mulai membuat irama sendu ketika membentur pepohonan, dan menciptakan genangan-genangan kecil di sepanjang jalan. Dingin.
Wanita itu,
pada akhirnya berhasil mengalihkan pandangannya dari segelas susu coklat di depannya. Sudah dingin. Masih utuh. Sebuah post it tertempel di gelasnya; "Diminum ya....Sekali saja...."
Ia menghela nafas berat. Lalu sibuk memperhatikan motor-motor yang mulai menepi untuk berteduh, payung berbagai warna yang lalu lalang, dan beberapa anak kecil yang menari di bawah hujan. Entah kenapa, semua itu kali ini benar-benar tidak menarik.
Tempat ini adalah cafe favoritnya. Meski kecil dan terpencil; terselip diantara toko kelentong, tapi kopinya benar-benar enak. Lebih daripada itu, tempat inilah yang mempertemukannya dengan pria itu beberapa tahun lalu ; pria dengan alis tebal yang selalu ia sukai, pria pekerja paruh waktu di cafe ini, pria yang membuat setiap kopi pesanannya, juga membuat susu coklat yang di depannya. Pria itu, sudah pergi puluhan menit yang lalu, mungkin beberapa menit sebelum ia sampai. 
Wanita itu kembali menghela nafas. 
Dia tidak pernah suka susu coklat. Ia suka kopi. Pria itu lah yang sangat menyukai susu coklat, katanya membuat pikirannya tenang. Dan seberapa sering pun pria itu mencoba membuatkannya segelas susu coklat, wanita itu selalu menolak mentah-mentah. Ia merindukan masa-masa itu.


Pada akhirnya, waktu seperti ini datang juga.
Meski semuanya berjalan begitu mulus, perasaan mereka berdua sudah lama kandas di hempas angin; hal semacam berdebar-debar sudah tidak pernah mereka rasakan. Hambar. Tapi baik wanita maupun pria itu tidak pernah ada yang berani memulai kata perpisahan. 
Pada akhirnya pria baik hati itulah yang mengatakannya pertama kali, dan entah dia harus senang atau sedih untuk itu. Pertemuan dalam diam mereka pun harus berakhir dalam diam pula. 

Wanita itu kembali membuang pandangannya ke luar, kali ini pandangannya kabur karena tetesan air hujan yang mulai merembas di kaca jendela. Ia begitu sedih karena tak sempat mengucapkan kata perpisahan miliknya, ia ingin memeluk pria itu untuk terakhir kalinya, meminta maaf dan berterima kasih untuk semuanya. 
Mungkin waktu memang tidak membiarkan mereka bertemu; karena jika hari ini wanita itu tepat waktu, maka air matalah yang pertama kali bereaksi dan mungkin ia tidak akan bisa mengatakan salam perpisahannya. 

Langit sudah mulai gelap.
Wanita itu menghela nafas berat untuk terakhir kalinya. Ia menggenggam susu coklat dingin di depannya; seteguk, dua teguk dan tandas. Ia menghambiskannya tanpa memejamkan mata. Untuk pria yang begitu baik hati itu, setidaknya inilah yang bisa wanita itu lakukan.
Dan ia hendak beranjak ketika menyadari bahwa pria itu juga meninggalkan sebuah tulisan di kaca jendela. Ia mendekatkan wajahnya, mencoba membaca tulisan yang sudah hampir hilang terutup air. Wanita itu pun menulis sesuatu di bawahnya, sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan tempat itu. Dan mungkin tidak akan pernah kembali lagi.

Maaf.
Selamat Tinggal. -R-

Selamat tinggal juga.
Dan terima kasih. -A-
 

Gadis itu #1

Dia menangis, jatuh, bangun, jatuh lagi, dan bangun lagi.
dia menyalahkan hatinya; begitu lemah, payah, ringkih dan terlihat mengerikan.
bagi gadis itu, yang baru saja belajar caranya mengepakkan sayap, tidakkah mematahkan sayapnya yang masih begitu muda terlalu kejam ?
bagi gadis itu, mengurung dirinya di sudut sangkarnya yang gelap terdengar lebih baik. Ia takut seseorang akan mematahkannya lagi, melukainya lagi. Karena tak bisa membenci orang yang melukainya, ia membenci dirinya sendiri. Ia menghukum dirinya sendiri.

Dia bilang dia baik-baik saja. Bohong.
Dia tersenyum.Palsu.
Dia tertawa. Dusta.
Dia ikhlas. Omong kosong.
Dia terus berbohong, pada orang lain, dan pada dirinya sendiri.

Gadis bodoh itu, terlalu takut untuk terjatuh lagi.
Karena itu, dia mengunci hatinya dan membuang kuncinya ke udara.

from google

No, Im not

"Seems like he love you.."
"Huh ? hhh....nggaklah"
"Ey....tapi keliatannya kok iya, yang lain juga bilang gitu kok"
"Yang lain ? Dia sendiri nggak bilang gitu kok"
"Tapi kan, dari sikapnya aja udah keliatan. He really take care of you,-"
"-lagian, kamu juga kayaknya nanggepin kok"
"Wait, you really thinking that he love me and so do i, dont you ?"
"Well...."
"Hahaha...dia itu bercanda, jadi aku juga nanggepinnya becanda. I need to have fun aswell"
"Becanda ?"
"Hey....Aku nggak pernah percaya, ngumbar rasa suka ke orang lain di depan umum itu bener-bener cinta"
"Hm...?"
"Well, mungkin sebagian orang percaya. But, Im not" 




Monodrama Pagi


Selamat pagi, Matahari 
Selamat pagi, Senin
Selamat pagi, April
Selamat pagi, Malang
Selamat pagi, Kamu.

Maaf saya hanya bisa menyapamu lewat surat maya ini, saya tidak yakin kamu akan benar-benar menemukan, meski kamu sempat menanyakan alamat blog ini. Haruskah saya memberitahu, jika nanti ke depannya kamu akan muncul sebagai objek yang akan saya tuliskan ? tidak kah itu terlalu tidak-bagus buat saya ?,

Saya tidak tau harus meminta maaf, atau harus menyesal, atau malah sebaiknya bersyukur. Saya sudah memikirkan ini bahkan dari sejak kamu memelankan langkah agar seirama dengan saya. Saya bukannya tidak tahu, hanya saja saya sangat berharap saya benar-benar tidak tahu. Meski jauh di dalam hati saya sangat ingin, tapi saya tidak bisa menolak ketakutan yang saya sendiri tidak tahu apa. 

Jadi mari biarkan saya meminta maaf terlebih dahulu. 
saya toh belum memutuskan tujuan, anggap saya saya masih asyik duduk di beranda rumah; menatap lalu lalang, langit gelap, lalu bertanya apakah akan hujan ? haruskan saya pergi ? - sementara kamu sedang menunggu di bangku taman tidak jauh dari sini; menatap keramaian, langit gelap, lalu bertanya apakah akan hujan ? haruskah saya pulang ?
dan ketika saya lebih memilih duduk diam menunggu hujan reda.

Lalu, biarkanlah saya mengatakan penyesalan ini.
Saya menyesal tidak lagi bisa duduk di sebelahmu, tidak lagi begitu mau membalas pesanmu, tidak lagi mau berjalan di sampingmu, tidak lagi seperti dulu. Kamu mungkin mengira saya pengecut, tapi saya benar-benar menyesal karena saya sepertinya memang pengecut. 
Sebentar, 
Saya juga menyesal kenapa waktu itu kita harus ditakdirkan duduk bersebelahan, menyesal karena membalas pesan-mu sedang yang lain tidak, menyesal karena harus berjalan sebelahmu hanya karena kita searah, menyesal karena saya seperti itu dulu. 

Maka, kali ini saya akan bersyukur, 
karena sepertinya kamu mengerti itu dan membiarkan saya mengambil jalan ini. Haruskah saya juga menuliskan 'sedikit kekecewaan' saya di sini ? haha! Tapi, seburuk apapun rasanya sekarang saya mau tidak mau harus bersyukur karena semuanya kembali berjalan seperti yang saya ingin, kan ? 




tapi, 
jika kamu benar-benar,
walau badan mu kuyup di guyur hujan lalu matahari mengeringkan-nya kembali, 
tidak kah harusnya kamu lebih sedikit bersabar menunggu, kan ?
lalu duduk bersebelahan; menatap langit yang bersemu disapa pelangi.

Yang tidak pernah ada

        Kamu datang tepat ketika saya hendak jatuh tertidur di lantai, duduk selonjoran di atas kertas-kertas gambar yang berserakan. Lalu kamu melepas headsheet dari telinga saya dan memasangnya di telingamu. "Lagi patah hati ya ?" tanyamu begitu mendengar nada menyayat dari Unbreak my heart-nya Toni Braxton.  Saya mendengus, mendengarkan lagu-lagu mellow tidak harus lagi patah hati kan ? "Nggak" jawab saya singkat, terlalu mengantuk untuk menjelaskan hal-hal tidak terlalu penting macam ini. Kamu cengengesan, lalu beralih menatap netbook saya yang masih memuat halaman Facebook, "Tugas-tugas mu udah kelar ya ? kayaknya santai banget" saya mendelik otomatis,  tiba-tiba kesal mendengar kata 'Tugas'. Saya kembali meringkuk ke dalam selimut setelah sempat melempar kamu dengan bantal. Kamu menarik selimut saya dan memasang kembali headsheet di telinga saya, kali ini yang mengalun  Jenuh-nya Rio Febrian.
"Jangan tidur di bawah, dingin. Tidur di atas gih" 
Tidak mau mendengar lagi apa-apa dari kamu, saya pun dengan terkantuk-kantuk naik ke atas ranjang. Dan saya hanya mendengar kata "Selamat-" sebelum akhirnya saya benar-benar tenggelam ke alam bawah sadar. 

Pagi ini, ketika saya terjaga saya inget kamu.
kamu yang tadi malam datang lagi di 15 menit ruang waktu saya. 
Kadang sangat menyenangkan rasanya punya kamu yang rajin sekali mengingatkan saya hal-hal kecil yang sering saya lupa. 
Terima kasih untuk kamu, 
Kamu yang tidak pernah ada.

pict from tumblr
 

Pelangi

Pelangi. 
Rasanya hampir saja lupa pelangi itu apa, kalau Weni nggak cerita dia ngeliat pelangi sepulang kuliah. Saya bahkan tidak ingat kapan terakhir kali ngeliat pelangi secara langsung, rasanya sudah sangat lama sekali. Dulu-dulu, jamannya SD setiap habis hujan pasti pelangi muncul. Tapi sekarang kok jarang ya ? Apa saya nya aja yang nggak pernah ngeliat ?. Selama ini yang saya tau hanya hujan...gerimis...hujan lagi, saya bener-bener lupa kalau ada pelangi setelahnya. 

Dan 3 hari ini kepikiran tentang pelangi,tiba-tiba pengen liat lagi. Banget. 

Hujan,
kapan-kapan, pertemukan saya dengan pelangi ya
bilang saja, saya sekarang sudah besar. Sudah 18 tahun
saya bukan lagi bocah yang masih percaya pada tahyul 
saya sudah tidak takut jari telunjuk saya akan patah kalau menunjuk pelangi :)
.

Temenin nunggu pelangi yuk ^^ 

random from google

Hujan

Untuk hujan,


Sudah berapa ribu hari sejak saya akhirnya jatuh cinta padamu ?
Sudah berapa ratus kali saya bilang sangat mencintaimu ? 
Sudah berapa liter air mata yang saya keluarkan sambil menunggumu ?
Sudah berapa bait puisi yang  tercipta karenamu ?
Sudah berapa lembar cerita sedih dan bahagia yang saya bagi padamu ?
Semuanya,
hari dimana air mata tumpah...
hari di mana tawa berhamburan...
hari dimana kita hanya duduk dalam diam
hari dimana kita saling merindu..
semuanya,  apa kamu percaya semuanya ?
maksud saya, kata-kata cinta saya ?
Nyatanya,
selama ini sayalah yang sangat yakin begitu mencintaimu
tapi kini sayalah yang meragukannya,

Hujan,
kemarin, kemarin dan kemarinnya..
ketika kamu rela menghalau senja demi menemani langkah sepi saya
nyatanya, saya lebih memilih untuk bergandeng dengan payung
berjalan sambil menikmati suara kamu yang terjatuh menimpa payung saya,
munafik kah saya ?

Tapi hujan,
masihkah kamu percaya jika saya bilang masih mencintaimu ?
 

Sepanjang jalan

Lagi-lagi ditemani hujan,
rintik-rintik berjalan di samping nya sambil menggandeng canggung.
jarak kami terlalu dekat untuk terlihat seperti orang yang tidak saling mengenal
dan agak jauh untuk terlihat akrab.
Diam.
Dia bertanya lalu saya jawab,
diam lagi

lalu saya yang bertanya dan dia menjawab.
hening.
Meneruskan langkah dalam diam sambil sama-sama sibuk menghindari genangan-genangan kecil bekas hujan.
lalu menghela lega begitu sampai di persimpangan,
dan baru tersadar jarak kita selama ini begini dekat. 
10 menit yang begitu menggelikan, bukan ?

random from google

-singkirkan pikiran aneh kalian. ini tidak berarti apapun-_-


Karena kamu berbeda

       Tiga puluh menit berlalu, saya masih memperhatikanmu, kamu masih memperhatikan bukumu. Ini malam kamis, tiba-tiba saja kamu muncul di depan pintu dan bilang besok ada kuis lalu duduk di sofa dan mulai sibuk membaca buku setebal bata yang dari judulnya saja sudah bikin saya pusing. Saya tidak habis pikir, pesan 'saya kangen kamu' satu jam yang lalu kamu balas dengan repot-repot datang kemari. Kamu ini, romantis atau apa. 
        Empat puluh menit berlalu. Kopi di gelas saya sudah dingin tanpa sempat saya sentuh, karena saya terlalu sibuk memperhatikanmu. Kamu pasti tidak tau, saya sangat senang memperhatikan kamu yang sedang tekun membaca buku dari jarak sebegini; tidak terlalu jauh pun tidak terlalu dekat. Saya masih sering terheran-heran, kok bisa kamu punya bulu mata selentik itu ? atau alis serapi itu ? saya yang cewek saja tidak sebagus itu, kadang saya iri. Bulu mata saya lurus dan pendek, kata kamu itu tandanya saya orang yang cengeng. Harus saya akui, kamu memang benar. 
         Tiba-tiba telingamu memerah. Saya tertawa dalam hati, kamu pasti sadar kalau saya memperhatikanmu, huh ? tapi kamu masih pura-pura bertahan dengan ensiklopedia mu. Gemas, saya pun mengambil gelas kopi saya dan mengaduk-ngaduknya dengan telunjuk, menunggu reaksimu.
"Kecil....itu jorok" 
Tepat. Trik saya berhasil, kamu meraih gelas kopi saya dan mendelik ke arah saya. Saya tersenyum, lalu mengambil gelas kopi itu lagi, setelah menatap saya dengan tatapan yang kira-kira artinya 'jangan-ulangi-lagi' kamu kembali beralih ke bukumu. Saya menghela nafas, lalu menyeruput kopi saya. Akhirnya. 
Kecil. Itu nama panggilanmu buat saya, katamu karena tinggi saya tidak sampai 160 cm dan berat saya tidak sampai 50 kg. Saya sering protes kalau kamu panggil begitu, tapi saya malah sering rindu panggilan itu. 
"Makanya kamu makan yang banyak, 3 kali sehari tuh. Jangan takut gemuk deh, yang penting kamu sehat" kamu akan balas begitu kalau saya mulai protes dengan panggilan itu atau "Kamu nggak lagi diet kan ? awas kamu kalau diet, badan sudah kerempeng begitu mau diet apanya ?" itu kalau kamu liat porsi makan saya yang super dikit. Padahal porsi makan saya memang hanya segitu. Kamu ngomel persis seperti ibu saya saja. Dasar.
            Kamu dan saya itu memang berbeda; Kamu itu orangnya bersih, sementara saya seringkali jorok., kamu rapi dan saya acak-acakan, kamu suka film sains dan saya suka drama, kamu hanya ketawa sekedarnya sementara saya masih ngakak, kamu tidak suka kopi sedang saya sangat mencintainya, kamu sedikit bicara dan saya banyak omong, mungkin satu-satunya persamaan kita hanya sama-sama suka membaca, itu pun masih berbeda; kamu suka baca buku pelajaran sementara saya suka novel. Kamu dan saya itu seperti dua makhluk berbeda, kamu dari Venus dan saya dari Mars, lalu kita sama-sama terdampar di bumi lalu saling jatuh cinta. Dan di sinilah kita sekarang. 
        Satu jam berlalu. Saya mulai bosan memperhatikanmu. Iseng, saya mendorong-dorong bukumu agar kamu merasa terganggu dan mengalihkan perhatianmu pada saya. 
"kenapa ?" kamu bertanya, tapi matamu masih ke buku.
"liat aku deh, ini penting". kamu menutup bukumu, lalu memandang saya dengan kening berkerut.
Saya berdehem. "Kamu kenapa sih kok bisa suka sama aku ?"
keningmu semakin berkerut.
"Maksudku...kamu dan aku kan beda banget"
Kamu menghela nafas, lalu meletakkan bukumu di meja. 
"Memang kenapa kalau kita berbeda ? justru karena kamu beda saya menyukai kamu. Perbedaan itu ada agar kita bisa saling melengkapi. Walau kita sering beda pendapat, saya menikmati itu. Dari kamu saya belajar banyak hal yang tidak saya dapatkan di ensiklopedia mana pun, karena kamu saya melakukan banyak hal yang sebelumnya -mungkin- tidak akan saya lakukan"
Giliran saya yang mengerutkan kening. Ada jeda sebentar, dia seperti sedang mencari kata-kata.
"Singkatnya, kamu itu memberi warna baru di hidup saya yang hitam putih, kecil. Makanya saya suka sama kamu. Masih tidak mengerti ?" 
Sekonyong-konyong pipi saya jadi terasa panas, mungkin sudah memerah. Karena malu, saya mengambil ensiklopediamu dan menyuruhmu membacanya kembali. Sementara kamu kembali sibuk membaca, saya masih senyum-senyum sendiri. Hati saya jadi geli, sepertinya kupu-kupu baru saja keluar dari kepompongnya. 

Kamu juga menyeimbangkan hidup saya kok. Kamu tidak perlu sejalan atau pura-pura sejalan dengan saya agar kamu bisa buat saya jatuh hati, karena kamu apa adanya dan kamu berbeda itulah saya menyukaimu :)

randoms form google.

Pergi dan Kembali

"Karena kita sedang tidak hendak kemana-mana. Diam saja dan menikmati waktu, sampai diantara kita: saya atau kamu yang pergi, entah untuk sejenak atau selamanya. Dan diantara kita: saya atau kamu, yang akan menunggu entah untuk sejenak atau selamanya."

itu status facebook ! haha


itu yang saya rasakan 2 tahun ini...atau 3 tahun ini mungkin. Sejak kita bertemu di sini, sampai kita : saya dan kamu ( atau mungkin hanya saya ) sadar ada perasaan lebih dari sekedar yang kita katakan. Tapi kita juga sama-sama tidak ada yang ingin membawa perasaan yang entah apapun namanya itu ke mana-mana. Tidak ada ikatan, tidak ada janji. Hanya seperti ini, berputar hanya di sekitar kita saja. Tidak tumbuh tidak pula mati. Sesekali saya pergi, berjalan-jalan. Tapi tidak pernah berani terlalu jauh dari kamu, takut kamu marah takut kamu kecewa, dan saya tidak pernah tahu kenapa?. Padahal kamu tidak pernah marah dan tidak pernah menunggu saya untuk kembali. 

Seperti saya, kamu pun sesekali akan pergi. oh bukan, seingat saya seringkali. Sesekali untuk waktu yang sebentar dan sesekali untuk waktu yang lama. Dan sangat lama. Bedanya, kamu pergi sangat jauh dari saya. Tidak tahu kapan kamu akan kembali. Dan bedanya (lagi) walaupun kamu tidak pernah berjanji untuk kembali, saya tetap duduk di sini. Menunggu kamu kembali. Saya tidak tahu, apa ini kesetiaan, kepercayaan atau hanya sebuah kepasrahan. Bagaimanapun sakitnya, saya selalu bisa tersenyum begitu membayangkan bahwa kamu, di suatu tempat entah di mana. Sedang duduk : berbagi hujan, tawa, senyuman dan cinta. Jadi saya pikir, kenapa saya harus bersedih ?.

Pun kini, ketika kamu sudah kembali, saya masih tetap di sini. Tapi ada hal yang berubah selama kamu pergi, banyak hal yang tidak lagi bisa saya bagi selama kamu tidak ada. Perasaan itu masih sama, tidak luntur sesering apapun hujan menimpanya. Bedanya (sekali lagi) saya tidak akan menahanmu ketika kamu pergi lagi, dan mungkin tidak akan menunggumu lagi. Dan selama kita sekarang masih duduk di sini. saya tidak pernah tahu, siapa yang akan pergi lebih dulu dan menunggu lebih lama. Tapi apapun itu, saya rasa sekarang kita memang tidak akan pergi ke mana-mana, berdua. :)


* Masih kecewa atas kekalahan Indonesia tadi malam. Tapi, Indonesia tetap pemenang di hati saya :*


Aku yang akan mengingatmu

+ Apa kamu mencintaiku ?
- Tentu....aku sangat mencintaimu
+ Seberapa besar ?
- Aku tidak bisa menjabarkannya
+ Kamu pernah berkhayal untuk menikahiku ?
- Tidak, aku tidak berkhayal. Tapi aku sudah merencanakannya :)
+ Kamu ingin punya anak berapa dariku ?
- Sebanyak-banyaknya. Supaya nanti rumah kita jadi rame. Banyak anak banyak rezeki hehe
+ Kalau aku meninggal apa kamu akan menikah lagi ?
- Kenapa kamu bertanya seperti itu ?
+ Hanya ingin bertanya, jawab saja :)
- Mmm...kurasa tidak
+ Kenapa ?
- Karena aku mencintaimu
+ Lalu bagaimana dengan anak-anak kita ? mereka akan sangat membutuhkan ibu
- Itu pertanyaan yang sulit sayang,
+ Aku tidak keberatan jika kamu menikah lagi, demi anak-anak kita :)
- Oke, aku akan menikah lagi. Demi anak-anak kita
+ Setelah kamu menikah lagi, bagaimana dengan barang-barangku ? apa kamu akan membuangnya ?
- Tidak. Aku akan menyimpan dan merapikannya. Tidak akan ada yang akan aku rubah..
+ Bagaimana kalau istri barumu tidak suka itu ?
- Aku tidak perduli, jika dia tidak suka silahkan dia pergi..
+ Lalu bagaimana dengan anak-anak kita ?
- Sayang, berhentilah bertanya seperti itu. Kamu akan hidup bersamaku sampai kakek-nenek. Percaya saja itu.. aku mencintaimu :)
+ Dengar, aku tidak keberatan jika kamu membuang barang-barangku jika kelak istri barumu tidak menyukainya. Pun jika nanti kamu melupakanku aku akan baik-baik saja. Biar saja hanya aku yang mengingatmu. Aku juga mencintaimu :)


*saya merasa pernah membaca yang seperti ini, tapi entah di mana.

Sepotong rindu..

Hei....ini malam takbiran, kamu apa kabar ?


Sepotong hujan tadi sore mengingatkan saya akan kamu. Sudah berapa hari ya kita tidak saling contact ? satu minggu mungkin. Rasanya konyol sekali kita tidak saling contact hanya karena saya belum melaksanakan perintahmu, tapi its oke ini......lumayan seru. Tapi saya ingin sekali bercerita banyak hal, bertanya banyak hal, dan tau banyak hal. Saya ingin marah gara-gara kamu tidak puasa arafah hanya karena kamu nggak sempet sahur ( jangan kamu tanya saya tau dari mana/siapa ). Saya juga ingin bilang 'jangan lupa salim ya' seperti hari raya yang sudah-sudah. Tapi saya rasa, semuanya hanya akan saya sampaikan lewat angin saja, saya harap kamu mendengar. Kesimpulannya, saya-merindukan-mu. 

Saya rasa saya merindukanmu seperti saya merindukan Yupi -kamu tau ? di sekitar sini tidak ada yang jual yupi, payah sekali- hingga akhirnya saya melampiaskannya pada kopi ( satu gelas kopi kental yang terlalu manis di bandara dan satu saset kopi instan nescafe french vanilla)- Atau bisa jadi saya merindukanmu seperti halnya saya merindukan rujak, sehingga tidak bertemu rujak membuat saya sangat pusing. Bagi saya rujak super-pedes itu obat mujarab ngilangin pusing. Dan..rindu padamu saya lampiaskan dengan tenggelam dalam bacaan, beruntung sekali saya sempat menjejalkan salah satu novel di dalam ransel saya. 

Gilanya. Sepotong rindu itu muncul di setiap lembaran novel yang saya baca, berbentuk di gumpalan awan yang saya tatap, jatuh bersama tetesan-tetesan hujan tadi sore atau menyeruak bersama pendaran lampu jalan yang kini sedang saya tatap melalui jendela yang terbuka. Oke, sekarang kamu boleh berbesar kepala tuan. Tapi ingat, kali ini saya tidak mau kalah. Walaupun sepotong rindu itu menghantui, saya tidak mau jadi orang pertama yang melakukan gencatan senjata (lagi). Kita liat, siapa yang bertahan.


NB : Di sini malam takbirannya ramai sekali, di luar sana sedang ada festival takbiran. Tapi keinginan saya untuk nonton dikalahkan oleh keinginan saya untuk mengetik postingan ini-_-. Alhasil saya hanya duduk di depan kamar, buka jendela dan mengetik sambil menyaksikan kembang api. Inginnya ditemani secangkir kopi (lagi)

Selamat Hari Raya Idul Adha guys, minal aidzin walfaidzin ya ^^


Egois

             Hujan sudah berlalu, menyisakan rintik-rintik kecil yang jatuh menimpa dedaunan. Kamu masih diam, sayapun demikian. Saya masih bungkam dengan segala pikiran saya. Kamu meneguk kopimu yang mungkin sudah dingin sedang saya mengencangkan sweeter merah saya. Dilema. Saya sudah teramat sering mendengar pernyataan itu keluar dari mulutmu. Tapi tidak dalam dunia nyata, hanya dalam angan dan mimpi saya. Lantas kenapa saya jadi bimbang ? bukankah seharusnya saya senang. Entahlah. Kamu kembali meneguk sisa kopi, dan saya membuang pandangan ke luar jendela. Pura-pura tertarik pada gadis kecil yang sedang berjalan dengan payung hijaunya. Kamu berdehem, seperti ingin membuka mulut tapi kemudian bungkam lagi. Saya gemas, lantas tersenyum simpul..
"Kak...saya memang mencintaimu dan kamu tau itu. Tapi kakak harus tau, dalam hal hati saya akan sangat egois. Saya tidak mau menyerahkan hati saya pada seseorang yang hatinya sendiri entah tersangkut di mana. Saya tidak rela dan tidak bisa membagi cinta yang saya miliki. Nyatakan kembali setelah hati kakak sepenuhnya sudah kembali"
Kembali aku tersenyum lalu mengeuk kopiku yang sudah benar-benar dingin. 

- Jempong, 3:18. sepulang sekolah dalam keadaan kacau.